Mendengar tentang makhluk yang satu ini, terasa menggelikan.
Karena awal mungkin dibayangkan sejenis hewan kecil, dengan bentuk tak menarik
bahkan untuk sebagian orang jangankan menyentuh, mendengar namanya “ulat” saja
sudah geli.
Ulat Sagu.
Salah satu keunikan kuliner Indonesia Timur adalah Ulat Sagu, ulat
yang mengandung banyak kandungan gizi ini justru hidup dan berkembang pada pohon sagu
yang telah diambil sagunya. Bahkan akan
semakin berkembang ketika pohon sagu tersebut membusuk. Itulah sebabnya
dinamakan ulat sagu. Memiliki bentuk ciri khas ulat pada umumnya, ulat sagu memiliki
nama latin Rhynchophorus femuginenus
ini berbandan gilik dengan ujung kepala berwarna biru keunguan campur merah
marun.
Untuk masyarakat Papua, khususnya dari suku Komoro yang
berada di Kabupaten Mimika menyebutnya dengan nama “koo”. Koo sendiri dapat
dinikmati dengan cara dibakar, dimasak bersama sagu maupun disantap
mentah-mentah…gresh…, kelezatannya pun terasah seperti buah leci, segar. Dari
perut ulat sagu keluar cairan manis sehingga ada rasa buah rambutan didalamnya.
Penelitian dari para siswa Papua: Agustina Padama, Darius
Ohee, Christin Toam, Richard Antonius Mahuze danm Yulian Marco Awairaro
menyebutkan bahwa ulat sagu mengandung protein sangat tinggi bahkan lebih
tinggi dari protein yang terkandung dalam telur ayam. Para Peneliti muda yang
memenangkan medali perunggu dalam Lomba Karya Ilmiah The International
Conference of Young Scientists (ICYS), juga memaparkan hasil penelitian mereka
selain protein ulat sagu juga mengandung lemak dan mineral yang dibutuhkan
manusia.
Sebuah potensi alam Papua sangat bernilai telah diakui oleh dunia karena hasil penelitian generasi muda Papua. Ini tentunya harus dikembangkan menjadi produk andalan lokal yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Sehingga ulat sagu tidak tinggal hanya sebagai ceritera dibalik sejarah penelitian, atau sekedar makanan kalangan masyarakat sekitar hutan, tetapi ke depan menjadi salah satu hasil hutan yang memberi kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, paling tidak dimulai dari pengelolaan makanan bergizi tinggi dengan bahan dasar “ulat sagu”. Ini juga dapat menjadi peluang emas bagi pengembangan wisata kuliner di Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar