Berbagai ahli wisata meramalkan bahwa industri pariwisata akan mengalami “booming” pada waktu yang tak lama lagi. Di antara industri pariwisata tersebut adalah ekowisata atau wisata alam yang mulai diminati masyarakat dunia. Ekowisata akan tumbuh pesat menggantikan industri pariwisata massal (mass tourism) yang kurang berorientasi pada keindahan alam dan keunikan lingkungan.
Bila
ramalan tersebut dapat terwujud, maka Papua sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang
memiliki potensi ekowisata luar biasa, pasti akan menjadi daerah tujuan wisata
yang patut diperhitungkan. Apalagi dipersiapkan sejak sekarang, semua pihak
yang berkompeten membaca peluang bisnis yang lagi “ngetrend” ini. Keuntungan
devisa dan pendapatan asli daerah akan dapat diraup dari sektor ini, jika
wisatawan (turis) baik lokal maupun
mancanegara ditawarkan berkeliling serta menikmati kebudayaan, keunikan serta keasliaan alam Papua. Disamping itu tentu multiplier effect berupa penyerapan tenaga kerja dan
industri-industri pendukungnya terbuka dan memberi dampak bagi peningkatan
kualitas hidup masyarakat.
Nampaknya,
era eksploitasi hutan alam yang bersifat massif dengan orientasi hasil hutan
kayu semata mulai dipertimbangkan kembali.
Pengembangan bisnis ekowisata sebagai bagian dari konsep pemanfaatan
jasa lingkungan berbasis pengelolaan ekosistem multi komoditi dalam kerangka
revitalisasi kehutanan harus segera diwujudkan.
Terdapat potensi yang sangat besar dan prospektif serta pelayanan prima dapat diwujudkan maka sangat
diyakini bahwa bisnis ekowisata akan mampu membantu mengatasi krisis ekonomi
berkepanjangan yang sedang dialami negeri ini.
Apa itu Ekowisata
Untuk
mengembangkan ekowisata sebagai sarana untuk menggaet devisa maka pemahaman
konsep ekowisata menjadi faktor yang sangat penting (urgen) untuk dipahami.
Ekowisata adalah aktifitas pariwisata yang berwawasan lingkungan. Melalui aktifitas ini, wisatawan diajak menikmati
keaslian keindahan alam, sehingga wisatawan akan mendapatkan ilmu pengetahuan,
yang akhirnya akan tergugah jiwanya untuk makin mencintai alam. Wisatawan diajak untuk kembali dan menyatu
dengan alam (back to nature),
terutama kawasan-kawasan yang unik atau bersifat khas dan tidak ditemui di
daerah asal mereka. Berbeda dengan
bentuk wisata lain, ekowisata tidak menuntut suatu fasilitas akomodasi yang
mewah dan bangunan artificial
berlebihan. Ekowisata menuntut
kesederhanaan, keaslian, kemurnian budaya, ketenangan, kesunyian, keindahan
flora-fauna, serta kelestarian lingkungan.
Selain itu
aktifitas ekowisata tidak hanya berkaitan dengan lingkungan fisik (alam)
semata, melainkan juga berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Karena itu, ekowisata diupayakan semaksimal
mungkin dapat mengikutsertakan potensi masyarakat sekitar kawasan (local comunity). Inilah gambar singkat mengenai
ekowisata yang diminati oleh wisatawan mancanegara. Jelasnya ekowisata bukan sekedar paket
perjalanan wisata yang “glamour”
melainkan paket perjalanan wisata yang tenang, sekalipun wisatawan yang datang
terdiri atas orang-orang kelas mampu dengan bekal dana sangat cukup bahkan
berlimpah untuk berwisata..
Menjual Pesona, Menggaet Devisa untuk kemandirian
daerah
Siapa
yang tidak kagum melihat negara kecil seperti Costarica hidup dari bisnis
menjual keindahan alam. Negara di
Amerika Latin itu dikaruniai keindahan alam dan kestabilan politik yang tinggi,
sehingga digandrungi wisatawan mancanegara.
Di Monte Verde Cloud Forest
Reserve (100 mil dari ibukota Costarica, San Yose), pemerintah bekerjasama
dengan swasta mati-matian dengan aturan yang tegas melindungi hutan hujan
tropis, sehingga hutan itu tetap hijau menakjubkan dan menjadi daya tarik yang
tinggi bagi wisatawan. Untuk
mencapainya, wisatawan bisa terbang langsung menuju Yuan Santamaria
International Airport, 10 mil dari San Yose, atau melalui perjalanan darat dari
Amerika Serikat.
Selain
Costarica, negara-negara lain seperti Rwanda, Kenya, Nepal, Ekuador, Brazillia,
Afrika Selatan, sumber devisa utamanya juga diperoleh dari aktifitas ekowisata.
Devisa diperoleh dari aktifitas transportasi, kuliner, karcis masuk, guide,
souvenir serta berbagai sektor pendukung lainnya, terutama yang langsung maupun
tidak langsung.
Turis
asing umumnya tak sayang untuk membayar mahal.
Sebagai contoh, mengikuti paket ekowisata “Amazone rain forest paradise” berupa aktifitas menyusuri sungai
amazona sambil menikmati kesejukan hutan.
Ini sekedar contoh bahwa aktifitas ekowisata benar-benar mendatangkan
devisa tidak kecil.
Peluang Bisnis
Ramalan
para ahli pariwisata bukan main-main. Pakar ekowisata, Ceballos, mengemukakan
bahwa duapuluh tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1992 saja turis dunia
mencapai 420 juta orang dengan pendapatan yang diperoleh negara-negara sumber
turis tidak kurang dari 40 trilyun US$.
Mereka menyebar ke seluruh pelosok dunia dan umumnya justru ke arah
negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin.Masyarakat
terutama di negara-negara maju, seperti Eropa Barat, Amerika Utara, Australia,
Jepang, dan lain-lain, tak sayang untuk “membuang uang” di negara lain, asal
dibayar kembali dengan kenikmatan atraksi alam yang menakjubkan. Mereka telah memiliki program wisata yang
terencana rapi, kemana, kapan, bagaimana, dengan siapa mereka akan menikmati
rekreasi alam terbuka (open door
recreation), yang semuanya dikelola oleh penyelenggara wisata sangat
profesional
Beberapa
faktor yang mendorong turis mancanegara bersedia membayar mahal paket wisata
alam, antara lain: pendapatan masyarakat di negara-negara maju meningkat,
sarana-prasarana transportasi makin memadai, banyak masyarakat menuntut
rileksasi, banyak orang usia lanjut yang berduit butuh rekreasi, dan kesadaran
“back to nature” terus meningkat di
seluruh dunia. Semua ini merupakan
peluang pasar bagi bisnis ekowisata di Papua.
Kalau di Costarica, Rwanda, Kenya dan Brasilia dapat hidup dari usaha
menjual pesona alam, bagaimana dengan Papua.
Jawabannya sangat bisa. Optimisme
ini bukan berarti tanpa alasan. Papua memiliki
kekayaan keindahan alam sangat prospektif untuk dijual pesona alamnya baik dari
wilayah pantai, hutan mangrove, sungai, danau dan hutan serta berbagai kekayaan
alam didalamnya dapat dikelola menjadi sumber devisa. Ambil contoh kecil danau Sentani yang sangat
indah dengan dikelilingi bukit-bukit, panorama pantai Hamadi, pantai base “G”,
pantai Amai, juga pantai Holtekam di wilayah Jayapura. Keindahan alam di Kepulauan Yapen juga tidak
kalah indahnya seperti pantai Mariade, Pantai Woi, Kepulauan Serui Laut,
Habitat Burung Cenderawasih di Poom dan Barawai merupakan keindahan pesona alam
yang kalau dibandingkan dengan daerah lain memiliki sifat endemik yang tidak
dimiliki daerah lain di Indonesia bahkan di belahan dunia lain.
Tantangan Bagi Rimbawan
Kawasan
hutan lindung, Taman Wisata Alam, dan Hutan Konservasi bahkan kawasan Hutan Produksi saat ini belum
dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk menghasilkan devisa. Era menebang hutan alam untuk memungut
kayunya kini makin diperketat, karena hal itu berisiko tinggi terhadap
lingkungan. Karena itu ekowisata dengan
memanfaatkan potensi seluruh fungsi hutan, makin relevan untuk
dikembangkan. Inilah tantangan bagi para
rimbawan.
Bisnis
ekowisata sudah menjadi industri global.
Karena itu, sekalipun peluangnya besar, persaingannya pun sangat
keras. Konsekuensinya adalah bisnis ini
harus dikelola secara profesional agar bisa bersaing di pasaran global. Potensi
negara-negara sumber turis sebagaimana disebutkan di awal artikel ini pada
dasarnya sama, yaitu memiliki keunggulan keaslian flora-fauna dan keindahan
panorama yang menakjubkan. Kunci
keberhasilan persaingan bisnis ini bukan semata-mata terletak pada keunggulan
potensi alam yang dimiliki justru terletak pada mutu layanan (service quality)
dari seluruh paket yang disajikan.
Untuk
memperoleh margin keuntungan yang tinggi, maka bisnis ekowisata harus mampu
menjaring turis mancanegara sebanyak-banyaknya.
Hal ini hanya bisa dilakukan apabila penyelenggara tur (tour operator)
memiliki jaringan kerja (networking) yang kuat dan menguasai pasar dunia. Oleh karena itu pihak pembisnis harus mengembangkan
jaringan wisata domestik (inbound tourism)
dan mancanegara (outbound tourism)
yang kuat. Wisata alam dengan jasa
biro-biro perjalanan domestik/asing dan institusi lain di luar negeri. Mampukan Papua menangkap peluang seperti
itu? Kembali, dipertanyakan apa peranan
rimbawan dalam hal ini? Menurut penulis, salah satu peranan rimbawan (khususnya
birokrat) adalah membuat seperangkat aturan main yang integral dan
komprehensif, yang mampu menarik peranserta “entrepreneurs” profesional untuk membangun bisnis ekowisata yang “terintegrasi”. Barangkali pada tingkat awal adalah
memperbaiki bisnis ekowisata yang sudah dikenal di tingkat dunia, seperti
ekowisata habitat burung cenderawasih, keindahan kepulauan Yapen, Keindahan
Danau Sentani, Keindahan Pegunungan Cartenz, Keindahan Taman Nasional Lorentz
dan Wasur, misalnya, sehingga pengelolaannya betul-betul profesional dan
memiliki jaringan bisnis mancanegara yang kuat.
Pihak pemerintah cukup menjadi fasilitator dan pengawas, sedangkan
operasionalnya diserahkan kepada pebisnis berpengalaman dan bonafid dibidang pengelolaan ekowisata.
Karena itu harus
diciptakan aturan main yang jelas, perhitungan “cost benefit” yang cermat sehingga ada gambaran bahwa bisnis
ekowisata memiliki keunggulan yang lebih besar atau minimal sama dengan bisnis
lain, serta bagaimana mengimplementasikan keterkaitan rantai bisnis yang
panjang itu ke dalam satu jaringan yang sinergis.
Bila
Tidak ada komentar:
Posting Komentar