Gambar Diri Masyarakat Papua Mengelola Hutan dengan Pendekatan Budaya
Dalam Pandangan Masyarakat Adat, hutan tidak hanya bernilai ekonomi, akan tetapi mengandung nilai- nilai social cultural dan psychologis . sehingga kearifan lokal masyarakat Bonggo tidak hanya dilihat dari aspek ekonominya saja. Menjaga hutan bagi masyarakat Bonggo, seperti juga masyarakat Papua pada umumnya sama dengan menjaga diri, keluarga serta kehidupan.
Model seperti ini merupakan
kegiatan berdampak positif selain hasil hutan yaitu adanya kebersamaan,
kedekatan masyarakat serta kekeluargaan yang sudah menjadi tradisi serta budaya
masyarakat. Dalam kebersamaan hidup berkelompok memanfaatkan hasil hutan secara
tidak langsung masing-masing saling mengingatkan tentang pentingnya menjaga
serta melestarikan hutan demi masa depan anak cucu; sama dengan menjaga
kekerabatan diantara mereka. Seperti Kelompok Usaha Hasil Hutan Tetom Jaya.
Kelompok Masyarakat Adat yang
dipimpin oleh Hendrik Bonay ini tetap menjaga tradisi kebersamaan dengan azas
kekeluargaan dalam mengelola dan memanfaatkan hasil hutan. Termasuk budaya
menanam. Khususnya dalam mengelola hasil hutan, kesadaran bahwa hutan harus
dihargai bukan hanya dari sisi meningkatkan ekonomi rakyat saja melainkan
sebagai sumber kehidupan termasuk didalamnya nilai sosial, budaya, dan lebih
penting sebagai warisan bagi anak-cucu, maka kelompok ini melakukan kegiatannya
dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan juga aturan-aturan yang berlaku
baik yang sudah ditetapkan oleh pemerintah maupun yang telah disepakati dalam
kelompok. Ini penting karena bila pengelolaan hasil hutan melanggar
kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan serta disepakati, sudah pasti akan memberi
akibat sangat merugikan bagi masyarakat sendiri. Dan bila sebagai Kelompok Usaha
Hasil Hutan justru melanggar aturan ini maka itu sama dengan “membunuh harapan
masa depan” generasi saat ini dan mendatang.
Hasil hutan bukan saja telah
memberi manfaat masyarakat Bonggo, Sarmi, pada masa sekarang. Sekitar tahun
1950-an SARMI yang merupakan Onderafdeling dari Afdeling Holandia, banyak
memberikan sumbangan bagi Holandia Binem untuk mendukung Pemerintahan saat itu,
tentunya dari hasil hutan , diantaranya Damar dan Kopra. Sebagai kota dagang tentunya tidak terlepas dari potensi sumber daya
alam yang ada.
Untuk masa kini pemanfaatan hasil
hutan membutuhkan dukungan pemerintah juga pihak-pihak seperti tenaga
professional. Seperti untuk Masyarakat Bonggo, sudah dilakukan bersama aktivis LSM, Ir. Lindon
Pangkali, dalam mempersiapkan kelembagan Adat
( Capacity Building ) untuk
mempersiapkan Industri Pengolahan Kayu bagi Masyarakat Adat. Masyarakat adat diharapkan sebagai pelaku
utama dalam pemanfaatan Hasil Hutan, dengan demikian dapat memenuhi permintaan
lokal di
Kabupaten Sarmi. Selanjutnya untuk mendukung permintaan pasar, perlu
tenaga profesional yang terlatih. Untuk
itu kemitraan antara LSM, Pemerintah dan Pelaku Pasar, perlu disikapi dengan
pelatihan-pelatihan atau magang kerja di Industri Pengolahan Kayu yang sudah
maju, Berbicara peran lembaga adat,
sesuai kewenangan otsus dan arah kebijakan Gubernur provinsi Papua, sudah seharusnya Industri-industri pengolahan
kayu turut menyiapkan dana bagi pengembangan Sumber Daya Manusia , sebagai bentuk
tanggung sosial perusahaan kepada
masyarakat.Dan dengan hadirnya
Industri-ndustri pengolahan kayu, harus diikuti dengan program pengembangan
masyarakat, yang meliputi bidang
kesehatan, ekonomi dan sosial.
Dari uraian diatas, disimpulkan
bahwa sinergitas antar pemerintah
sebagai fungsi kontrol, dan perusahaan sebagai
pihak pengelolah harus
menempatkan kapasitas lembaga adat sebagai mitra kerja, sehingga
pemanfaatan Sumber Daya Alam bisa mampu menjawab persoalan mendasar bagi
masyarakat secara ekonomi.
Kearifan masyarakat Bonggo, Sarmi
melalui lembaga adat seperti Kelompok Tani Hasil Hutan Tetom Jaya merupakan
salah satu gambar diri masyarakat Papua yang meyakini dengan sungguh-sungguh
bahwa ketika hutan maupun alam sekitar dikelola dengan mengedepankan nilai
budaya serta kekuatan ikatan emosional (social cultural dan psychologis) dengan
hutan dan alam bukan hanya sebatas manfaat yang diberikan kepada manusia, maka
manfaat yang dapat diterima manusia tidak hanya sebatas manfaat ekonomi belaka,
tetapi lebih dari itu manfaat warisan budaya serta nilai-nilai ikatan
kekeluargaan diantara sesame warga masyarakat.
Dan ketika kekuatan ini didukung
dengan kebijakan yang berpihak kepada rakyat, pola kemitraan yang sama-sama
saling mendukung dan menguntungkan serta tersedia jaringan pasar, maka pasti
kemandirian dan rasa percaya diri untuk meningkatkan kesejahteraan dapat
tercapai, bukan hanya sebatas khayalan apalagi sekedar slogan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar