Pages

Minggu, 25 Oktober 2015

PERAN SERTA MASYARAKAT ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN

Perubahan paradigma pengelolaan hutan secara nasional di era reformasi secara bertahap mulai membuka peluang  bagi masyarakat adat di Indonesia khususnya di Papua untuk turut berperan secara aktif dalam penyelenggara pengelolaan hutan. Paradigma baru pengeloaan hutan ini diaplikasikan melalui model pengelolaan hutan yang lebih berorientasi pada peningkatan partisipasi/peran serta masyarakat adat, misalnya model pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Melalui model pengelolaan hutan seperti ini, maka  masyarakat adat diberi peran yang setara dengan pemerintah dan pelaku usaha di bidang kehutanan untuk ikut terlibat dalam keseluruhan proses pengelolaan hutan.

HUTAN DAN MASYARAKAT ADAT

Masyarakat adat Papua pada umumnya mempunyai pandangan yang positif terhadap hutan.  Tebay (2007) menjelaskan pandangan tersebut sebagai berikut: Orang Papua tidak pernah memandang hutan alam hanya sebagai sebuah lautan pohon belaka yang harus ditebang untuk menghasilkan jutaan dolar. Hutan bagi orang asli Papua, dari semua suku, memiliki makna juga arti multi-dimensi. Oleh karena itu masyarakat asli Papua tidak pernah menganggap hutan sebagai musuh yang harus di habiskan atau dimusnahkan dari permukaan bumi. Mereka bahkan memandang hutan sebagai salah satu bagian penting dari komunitas mereka.     

Hutan juga merupakan sesuatu yang sakral bagi masyarakat adat Papua, karena mereka percaya bahwa hutan adalah tempat tinggal arwah para leluhur dan anggota keluarga mereka yang telah meninggal yang juga berperan sebagai penjaga yang melindungi hutan, termasuk binatang dan tumbuhan, milik masyarakat adat. Hutan juga merupakan tempat beribadah alami di mana mereka dapat melakukan acara-acara ritual menurut kepercayaan mereka baik secara individu maupun  komunitas. Masyarakat adat biasanya masuk ke dalam hutan bila mereka ingin berkomunikasi dengan  para leluhur atau anggota keluarga mereka yang telah meninggal.

Pandangan dan hubungan yang begitu erat dan mendalam antara masyarakat adat dengan hutan tersebut itulah yang biasanya dinyatakan  dalam ungkapkan “Hutan adalah mama” (the forest is our mother). Oleh karena itu masyarakat adat sesungguhnya menghargai hutan sebagai seorang ibu yang tanpa kenal lelah mengasuh, melindungi dan memelihara setiap anggota masyarakat. Begitu eratnya hubungan tersebut terungkap pula dalam ungkapan berikut yaitu, “Hutan kita, hidup kita”.

Atas dasar pandangan tersebut maka setiap tindakan yang mengakibatkan pengrusakan hutan,  bagi masyarakat adat Papua dilihat sebagai tindakan pengrusakan terhadap apotik/rumah obat dan supermarket hidup mereka. Juga dipandang sebagai pengrusakan terhadap tempat peribadatan mereka serta pengusiran terhadap arwah para leluhur dan anggota keluarga mereka, bahkan dapat dilihat sebagai sebuah pemerkosaan terhadap ibu mereka.

Berdasarkan cara pandang tersebut di atas maka bagi masyarakat adat Papua hutan bukan merupakan sesuatu yang eksklusif atau terisolasi dari kehidupan mereka sehari-hari. Dengan perkataan lain, hutan adalah sesuatu yang menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka, karena hutan mempunyai arti sebagai sebuah apotek hidup (living pharmacy), yang menyediakan segala macam kebutuhan obat-obat alami. Setiap saat bilamana mereka membutuhkannya mereka dapat memperolehnya dengan mudah dari hutan sebagai penyedia kebutuhan obat tersebut. Hutan juga merupakan sebuah tempat persediaan makan (supermarket alami), karena menyediakan berbagai jenis sayur mayur, buah-buahan, ikan dan hewan buruan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hutan juga merupakan sumber material yang dibutuhkan untuk membangun rumah tinggal, perahu, kebutuhan enersi (kayu bakar) dan pembuatan pagar untuk pengamanan (Tebay, 2009)

Oleh karena itu demi untuk mempertahankan  keberlangsungan hidup mereka, maka dari generasi ke generasi  ada suatu proses pembejaran bagi setiap anak di dalam sebuah masyarakat adat mengenai pentingnya memelihara  hubungan yang harmonis/tepat dengan hutan. Mereka  sadar bahwa kelangsungan eksistensi hutan menentukan eksistensi kehidupan dan segala aspek yang terkait dengan eksistensi kehidupan mereka.     

MASYARAKAT  ADAT DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN

Sesuai amanat undang-undang maka tanggung jawab pengelolaan hutan diberikan kepada  pemerintah. Posisi pemerintah seperti ini di masa lalu telah mengakibatkan terabaikkannya peran dari stake holder lainnya, terutama masyarakat adat, untuk turut berperan serta dan bertanggung jawab dalam pengelolaan hutan. Keadan seperti ini mengakibatkan berbagai program kehutanan dalam pengeloaan hutan yang sesungguhnya bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat khususnya masyarakat adat tidak maksimal. Hal ini disebabkan karena  komunitas masyarakat adat yang umumnya hidup di dalam atau di sekitar hutan, pada umumnya masih berada pada posisi sebagai buruh kerja hutan. Dalam kaitan dengan pemanfaatan hasil hutan mereka hanya sesekali diperbolehkan untuk memanfaatkan hasil hutan baik kayu maupun non kayu dalam jumlah dan kualitas yang umumnya rendah yang tentunya tidak banyak memberi pengaruh terhadap peningkatan kesejahtaraan dan peningkatan kualitas hidup mereka. Oleh karena itu sebagian besar program-program pengelolaan hutan untuk mensejahterakan masyarakat adat diwaktu lalu seperti HPH Bina Desa Hutan maupun Pembangunan masyarakat desa hutan (PMDH), karena dilaksanakan bukan dalam kerangka membangun dan memberdayakan masyarakat, tetapi lebih bersifat “charity”, maka program-program tersebut sebagian  besar gagal mewujudkan tujuannya yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat adat pemilik  hak ulayat yang wilayah adatnya dijadikan areal operasi sebuah HPH. Dalam posisi masyarakat adat seperti ini tentunya mereka tidak mempunyai hak untuk ikut menentukan kebijakan pengelolaan hutan.  Akibat lanjutnya ialah bahwa masyarakat merasa tidak berkewajiban untuk turut menjaga dan memelihara hutan.

Fakta mengenai proses degradasi hutan yang selama ini  berlangsung dengan sangat cepat dan yang telah menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan kehidupan, salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya keterlibatan masyarakat  dalam posisi yang setara dengan stake holder lainnya, di dalam pengelolaan hutan. Oleh karena itu pelibatan masyarakat adat dalam pengeloaan hutan sekarang dan selanjutnya sesungguhnya merupakan suatu keharusan, dalam rangka menjamin kelestarian fungsi dan manfaat hutan baik lestari ekonomi, sosial maupun lingkungan bagi kesejahtaraan umat manusia secara berkelanjutan pula.  

Pengeloaan hutan (alam) di Papua ke depan harus didasarkan pada prinsip pengelolaan hutan lestari dan prinsip pengelolaan hutan berbasis masyarakat adat dengan mengutamakann keuntungan ekonomi dan keuntungan ekologis (lingkungan hidup) secara berimbang dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian sosial budaya masyarakat lokal.

Agar masyarakat adat di Papua dapat berperan serta secara efektif dalam pengelolaan hutan secara lestari maka mereka perlu diberdayakan dan diposisikan sebagai subyek dan bukan hanya sebagai obyek dalam setiap tahapan dan proses pembangunan kehutanan di Papua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar